Berikut sebuah liputan mendalam, indepth news yang dipublikasikan surat kabar harian ternama di Kalsel, Radar Banjarmasin, edisi 27 Juli 2018
Melihat Akar Masalah Krisis Keuangan di Kotabaru
- Wabup Hanya Bisa Menumpang Anggaran
Wakil Bupati Kotabaru Burhanudin mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Dia mengaku dari total serapan anggaran kepala daerah dan wakil Rp558,7 juta, dia hanya memakai tidak sampai empat puluh juta.
"Cuma gaji sama THR saja. Gaji saya empat juta sekian saja. Itu ada semua sama bendahara catatannya," ujarnya kepada awak media melalui sambungan telepon.
Burhanudin mengaku resah terkait anggapan masyarakat di sosial media dia sudah habiskan ratusan juta. Sementara kondisi keuangan daerah sedang krisis.
Nada minor publik itu memang beralasan. BPKAD Kotabaru mengeluarkan data, dari total dana kepala daerah dan wakil tanggal 20 Juli tadi sudah diserap Rp558,7 juta. Jumlah itu cukup stabil dari anggaran kepala daerah sebesar RpRp680,3 juta.
Kontrasnya, anggaran daerah sedang cekak. Gaji ke 13 dan gaji para kepala desa selama empat bulan belum bisa dibayar. Hujan cibiran datang dari sosial media. Mereka mempertanyakan: mengapa saat anggaran cekak, aliran dana kepala daerah dan wakilnya lancar? Dari 60 pos anggaran, serapan anggaran semua di bawah 53 persen. Kecuali serapan dana kepala daerah dan wakilnya yang mencapai angka 82,12 persen.
Burhanudin menjawab, dari Rp558,7 juta, dia hanya mendapatkan seiprit. Hanya gaji dan THR. "Aturannya dana itu setelah dipotong gaji saya dan bupati, sisanya 60 persen untuk bupati, dan 40 persen untuk saya. Itu ada aturannya," kata Burhanuddin.
Namun yang terjadi kata dia, dana itu tidak bisa dia nikmati. Entah mengapa. "Itu kan bantuan operasional. Misalnya ada warga usul bantuan, bisa kita pakai."
Selama ini ungkapnya dia keteteran. Berurusan hanya mengandalkan dana perjalanan dinas. "Saya urus masalah jaringan listrik, urus KEK (kawasan ekonomi khusus), jembatan dan lainnya cuma pakai perjalanan dinas. Kesulitan saya," keluhnya.
Itu mengapa belakangan ini sebutnya dia mendompleng kegiatan lain. Misalnya ada kunjungan Gubernur ke Kotabaru, dia ikut turun ke lapangan. Dewan ke Jakarta mengurus dana jembatan dia ikut. "Karena selama ini pakai bantuan ke masyarakat dana pribadi saya. Finansial saya terbatas," lirihnya dengan nada terbata-bata.
Hal itu sebutnya perlu dia sampaikan ke publik. Karena anggapan publik di sosial media dia turut memakai kas keuangan daerah secara maksimal. Padahal kata Wabup dana itu yang memakai adalah kepala daerah. Seperti kunjungan naik trail ke pelosok.
Ditemui di ruangannya Sekda Said Akhmad tidak menampik dana ratusan juta tersebut dipakai kepala daerah. Namun kata Sekda, kegiatan bupati selama setengah tahun ini sangat banyak. Kunjungan ke pelosok-pelosok yang intens, safari Ramadan dan kegiatan lainnya. Bupati ungkapnya banyak membantu langsung warga ekonomi lemah dalam kunjungannya itu.
Disinggung pernyataan Burhanudin, soal pembagian 60 : 40, kata Sekda tidak harus. Dia pun menanyakan dasar aturannya apa. Menurutnya, dana itu mutlak kebijakan bupati. "Makanya SK nya dikeluarkan bupati, bukan Sekda atau wakil," ujarnya.
Krisis masih menjerat kabupaten di pesisir Kalsel itu. Sampai kemarin, dana daerah memang masih tidak cukup membayar gaji ke 13 para pegawai. Plt Kepala BPKAD Kotabaru Abdul Kadir, kepada wartawan mengatakan, tanggal 23 Juli total kas daerah Rp720,4 miliar. Dana itu jumlah dari transfer pusat sejak Januari.
Sementara pengeluaran sudah mencapai Rp648,6 M. Masih ada sisa di brankas Rp71,8 M. Sisa dana itu yang bisa dipakai bayar gaji hanya Rp25,7 M. Jika pemerintah harus membayar gaji ke 13, plus gaji para kepala desa yang sudah empat bulan sendat, duit Rp25,7 M itu tidak cukup.
"Makanya kita bayarkan dana untuk gaji para kepala desa, perangkat dan BPBD sebanyak Rp10 M," ujarnya.
Sayangnya kata Kadir, meski uang untuk gaji para kepala desa sudah disiapkan, tapi belum ada perintah pembayaran dari BPMPD. Sedangkan sisa dana lainnya, kata Kadir tidak bisa diotak atik. Karena merupakan anggaran DAK dan Dana Desa.
Di awal Juli tadi PNS dan para kepala desa memang kasak-kusuk. Kades-kades mengaku belum gajian empat bulan. Waktu itu pemerintah beralasan dana kurang. Begitu juga dengan para pegawai, berharap gaji 13 cepat dicairkan.
Mengapa daerah sampai kekurangan duit hanya untuk bayar gaji? Politikus senior di Kotabaru Zulkipli AR mengatakan, pemerintah daerah dan wakil rakyat sudah salah dari awal. Asumsi dana transfer dari pusat yang akan diterima sebesar Rp1,4 T. Namun realisasinya hanya akan dikirim Rp1,1 T. Ada selisih duit Rp300 miliar.
Zulkipli mengingatkan, di tahun 2017 pemerintah katanya diselamatkan dengan sisa dana tahun 2016 sebanyak Rp250 M. Sementara sisa dana tahun 2017 hanya Rp20 M. Tambah lagi kata dia, pemerintah tahun ini masih terhutang sekitar puluhan miliar proyek tahun lalu.
Jika masalah itu tidak cepat disikapi, Zulkipli khawatir akan banyak nanti proyek yang tidak bisa dibayarkan. Logikanya kata Zul, total dana pusat yang sudah dikirim Rp645,3 M dari total Rp1,1 T. Artinya dalam enam bulan ini pemerintah sudah habiskan duit sekitar lima puluh persen. Mayoritas untuk gaji dan operasional instansi-instansi pemerintah.
Solusinya kata Zulkipli, pemerintah segera membahas ulang program ke depan. Jangan tunda lagi. Jika misi perbaikan jalan tetap mau diselamatkan, kata dia, maka pemerintah harus kurangi alokasi anggaran instansi mereka. Seperti kunjungan kerja para anggota dewan dan lainnya.
Sekda Said Akhmad ditemui kemudian membenarkan kondisi itu. Kata dia akan ada proyek yang dipangkas. Namun akunya tidak akan mengganggu misi pemerintah terkait perbaikan jalan-jalan di Kotabaru.
Sekda menambahkan, ada angin segar. Informasi yang katanya dia dapatkan, paling lambat 2019 nanti daerah akan mendapat bagi hasil tambang migas Pulau Lari-larian Rp2,5 T. Terlepas dari informasi dana raksasa itu, Sekda mengatakan pemerintah akan secepatnya mengatur ulang program.
Disinggung soal hutang pemerintah kepada kontraktor di tahun 2017 dia membenarkan. Tapi Sekda mengaku lupa angka pastinya. "Akan dibayar di anggaran perubahan nanti," tandasnya.
Dihubungi via seluler, Ketua DPRD Kotabaru Alfisah mengaku tidak bisa berkomentar banyak. "Kemarin (Senin 23 Juli), kami kan sudah manggil mereka (pemerintah daerah), tapi tidak datang. Jadi akan rapat ulang Senin depan," ujarnya.
Alfisah menekankan, kebijakan anggaran apa yang akan dipangkas, nanti menunggu hasil rapat bersama. Dirinya mengaku tidak bisa mengeluarkan pernyataan pribadi, harus atas nama lembaga untuk masalah kebijakan anggaran. (zal/ay/ran)
Selalu Ada Masalah Lelang, Kontraktor Tobat
Tahun 2018 ini sepertinya menjadi tahun berat bagi pemerintah daerah Kotabaru. Hampir habis setengah tahun pemerintahan berjalan, belum ada terlihat geliat pekerjaan pembangunan.
Misi pemerintah memuluskan jalan pelosok pun diragukan. Keraguan yang wajar. Tahun 2017 banyak proyek terbengkalai karena salah satu faktornya: kontraktor kerja di akhir tahun. Cuaca tidak mendukung.
Seperti terjadi pada proyek jalan Tanjung Semalantakan. Saat itu alat kontraktor rusak parah. Karena medan kerja yang ekstrem. Jalan berubah jadi lumpur, hujan hampir tiap hari.
Dari data Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air. Jalan yang sudah aspal 371,8 kilometer. Jalan beton 37,8 kilometer. Jalan tahap pengerasan 359,7 kilometer. Jalan tanah panjangnya 436,1 kilometer. Total panjang jalan 1.205,573 kilometer, hampir lima puluh persennya dalam kondisi rusak berat.
Tahun 2018 ini, pemerintah mengalokasikan anggaran maksimal ke Bina Marga. Total anggaran untuk perbaikan jalan Rp202 M. Optimalisasi anggaran itu seolah jawaban rasa bersalah karena 2017 misi tidak tercapai dengan baik.
Tapi sayangnya hingga kini belum terlihat ada pekerjaan jalan. Lelang pun beberapa masih bermasalah. Kondisi ini mengingatkan publik apa yang terjadi di akhir 2017 tadi. "Kapan lagi dikerja, nanti akhir tahun biasa musim hujan, jalan jadi berat medannya," kata Rapi salah satu warga yang rindu jalan daerah bisa mulus antar kecamatan.
Mengapa proyek jalan belum terlihat dikerjakan? Salah satu penyebabnya adalah proses tender yang belum selesai semua. Publik kemudian menilai, jika lelang dan proyek terus bermasalah selama dua tahun terakhir, kemungkinan besar penyebabnya ada pada penyelenggara di pemerintahan.
Ketua Gapensi Kotabaru Winarto Hadi kepada Radar Banjarmasin dan juga beberapa tulisannya di sosial media menduga ada permainan pada proses tender selama ini.
Winarto menengarai ada "pengantin" pada setiap tender. Indikasinya persyaratan lelang yang mengarah ke salah satu kontraktor. Seperti kasus lelang proyek wisata Siring Laut Rp14,3 M tahun ini. Syarat lelang, perusahaan harus memiliki sertifikat ISO 2015. Hanya satu peserta saat itu memilikinya, perusahaan asal Sampang Madura Jawa Timur.
Itu indikasi kata Winarto. Menurut dia ISO bukan syarat mendesak. Yang paling penting adalah kesanggupan alat dan kemampuan perusahaan bekerja. Pemenang tender berada di Jawa harus mendatangkan alat batching plant melintasi Laut Jawa. Ada risiko waktu di sana. Sementara di lokal ada perusahaan yang memiliki alat itu tanpa harus biaya besar melintasi laut, tapi gugur karena tidak melampirkan sertifikat ISO 2015.
Keraguan Winarto dan publik bahwa kontraktor akan kesulitan mengerjakan mega proyek kawasan wisata itu sepertinya terbukti. Sampai sekarang, belum ada pekerjaan di lapangan. Padahal, kontrak mega proyek itu sudah berjalan sejak Mei tadi.
Namun alasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan saat itu, syarat dibuat demikian untuk mendapatkan kontraktor yang terbaik. Sehingga masyarakat nanti dapat menikmati bangunan yang berkualitas. Lokasi proyek itu tepat di pusat kota, depan kantor bupati.
Bukti lain yang sulit diabaikan jika ada indikasi permainan pada lelang proyek di Kotabaru, adalah kasus tender jalan Pelajau Baru - Pantai. Proyek senilai Rp12,7 miliar itu dimenangkan penawar tertinggi yang lolos evaluasi administrasi, PT Boga Jaya Tirta Marga dengan nilai tawar Rp12,2 M.
Penawar terendah Rp10,7 M, PT Arta Cipta Permata protes. Perusahaan ini mengaku digugurkan tanpa diundang untuk pembuktian berkas dokumen mereka. Perusahaan pun menanyakan di mana alat AMP (asphalt mixing plant) pemenang berada. Arta Cipta Permata sebaliknya, mempersilakan siapa pun melihat alat dan berkas kualifikasi perusahaannya.
Kepala ULP Kotabaru Rahmad Nurdin dalam keterangannya kepada awak media mengatakan, alat pemenang sudah diverifikasi panitia. Tapi anehnya, saat ditanya dimana alat itu berada dia mengaku tidak tahu. Rahmad kemudian minta wakti tiga hari untuk menanyakan kepada bawahannya di unit Pokja. Sampai waktu yang dia janjikan, Senin (23/7) tadi jawabannya ternyata sama, tidak tahu alat ada dimana. Ini semakin mempertebal keyakinan publik, ada apa-apanya di sana.
Kontraktor senior asal Kotabaru Yus Iskandar yang bekerja di Kaltim mengatakan. Dalam proses tender ada permainan, adalah keniscayaan. Banyak peluang kata dia untuk memenangkan kandidat tertentu. Caranya, dengan membuat persyaratan yang akan mengarah kepada kontraktor tertentu.
Persyaratan lelang kata dia dibuat oleh instansi pemerintah yang terkait. Proyek jalan, syarat lelangnya dibuat oleh Dinas Bina Marga. Dan seterusnya.
Menariknya hampir semua mega proyek di Kotabaru didampingi pengawasannya oleh Kejaksaan Negeri Kotabaru. Ditemui di ruangannya, Rabu (25/7) siang, Kasi Intel Kejari Agung Nugroho mengaku sudah mendengar ribut-ribut proyek jalan Pelajau Baru - Pantai. Dia pun berjanji akan memeriksa ke lapangan. Apakah benar dugaan publik bahwa alat bermasalah? "Kami akan cek ke lapangan," ujarnya.
Mega proyek wisata Siring Laut juga didampingi kejaksaan. Disinggung keraguan masyarakat karena sampai sekarang belum terlihat pekerjaan di lapangan, Agung menenangkan. Dia mengaku belum lama tadi berangkat ke Jawa. Perusahaan akunya, sudah membeli tiang pancang. Alat batching plant akan dibawa dari Jawa ke Pulau Laut jika fondasi alat sudah selesai dibangun. Lama membangun fondasi sekitar dua bulan. Artinya kontraktor diperkirakan baru bisa kerja maksimal di Oktober.
Mampukah kontraktor selesaikan sampai akhir tahun? Agung mengaku optimis. Perusahaan itu katanya, berskala nasional.
Sayangnya dikonfirmasi sejauh mana pelaksanaan pekerjaan infrastruktur di lapangan, semua pejabat yang berwenang di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak ada di tempat Rabu (25/7). Kepala Dinas Johan Ariffin, Sekretaris Suprapti Tri Astuti dan Kabid Jembatan Jumadikari kata penerima tamu sedang kegiatan diklat di Banjarmasin, beberapa hari.
Kekhawatiran kontraktor bekerja di Kotabaru bukan isapan jempol. Kepada Radar Banjarmasin malam kemarin, Lia perwakilan PT MIA yang mengerjakan proyek rumah sakit tipe B tahun 2017, mengaku sampai sekarang hak mereka belum dibayar.
Lia mengatakan, pemerintah saat itu menghargai kerjaan mereka selesai 49 persen. Total kontrak Rp16,9 M. Kata Lia, masih ada sisa dana yang belum dibayar pemerintah. "Katanya di anggaran perubahan. Itu uang saya hutang juga sama bank. Coba bayangkan saya mesti bayar puluhan juta bunga bank, sampai misalnya sepuluh bulan, rugi saya," keluhnya.
Makanya kata dia banyak rekan lain khawatir bekerja di Kotabaru. Karena berkaca pengalaman 2017, proyek belum tentu bisa dibayar saat pekerjaan selesai.
Seperti pernah diberitakan Radar Banjarmasin, rumah sakit tipe B diputus kontraknya di akhir tahun. Kepala Dinas Cipta Karya saat itu Akhmad Rivai yang sekarang menjabat staf ahli bupati, mengatakan pekerjaan PT MIA selesai 49 persen.
Perwakilan MIA saat itu Kirno mengaku dari total 49 persen pekerjaan selesai, sudah dibayar sebanyak 28 persen. Masih ada sisa dana 21 persen yang belum dibayar pemerintah. "Tanggal 25 Desember kami urus pencairan di BPKAD. Tanggal 28 keluar suratnya. Kami ke Bank, kata orang Bank uangnya habis," keluh Kirno akhir tahun tadi. (zal/ay/ran)
Terlalu Optimis Dengan Transfer Pusat
Kata Pakar Ekonomi: M Saleh
Kondisi keuangan Kotabaru kemungkinan terjadi karena penyusunan anggaran yang menyertakan dana DAU dan DAK tak sama dengan pemerintah pusat. Biasanya pemerintah pusat konsisten dengan janjinya memberi ke daerah.
Jika terjadi ketidakseimbangan, telusuri mengapa ada berbeda? Ada salah di mana? Biasanya ketika mau menyusun anggaran disampaikan ke pemerintah pusat.
Saya menyayangkan pemerintah daerah terlalu optimis akan transfer dana dari pusat. Ada kemungkinan yang dilalaikan ini adalah komunikasi dengan pemerintah pusat, khususnya dana bagi hasil yang akan ditransferkan ke Kotabaru.
Hal ini ironis, karena Kotabaru kan penghasil batubara dan perkebunan sawit, tentu saja dana bagi hasil pajak dan SDA besar. Pemerintah perlu nego kembali
Dalam kondisi ini, Pemkab Kotabaru sebaiknya segera melakukan perubahan anggaran dalam APBD. Kemudian mengurangi belanja yang tidak perlu. Khususnya perjalanan dinas. Biasanya ini sangat besar di dalam belanja pegawai. (Radar Banjarmasin grup Jawa Pos)
Posting Komentar