JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Pecah kongsi kepala daerah dan wakilnya seperti menjadi fenomena di Banua. Beberapa kepala daerah seperti terlibat perang dingin dengan koleganya. Padahal, sebelum terpilih hubungan masih harmonis.
Namun, seiring waktu berjalan, entah apa yang menjadi penyebab, dua orang yang seharusnya menjadi panutan bagi daerahnya malah tak lagi rukun. Bahkan, konflik sempat memanas di Pemko Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Terbaru, terjadi di pemerintahan Kabupaten Kotabaru.
Wakil Bupati Burhanudin bahkan berencana mengundurkan diri, karena merasa tidak dihargai dan hak-haknya dipotong.
Bupati Sayed Jafar enggan berkomentar terkait pernyataan Wakil Burhanudin yang ingin mundur. Bupati mengaku tidak enak jika harus memberikan komentar juga. "Tidak enak saya. Ke Sekda saja ya," ujarnya kepada Radar Banjarmasin, Selasa (25/9) kemarin.
Ditanya lebih jauh, Bupati mengatakan dinamika hidup memang silih berganti. "Ya begitulah hidup," ujarnya.
Sementara itu Sekda mengatakan, karakter bupati dan wakil mirip. Sama sama tegas. Sehingga dengan karakter yang hampir sama, sulit untuk menemukan kata sepakat.
Terkait dengan hak dan kewenangan wakil yang dipangkas, Sekda masih pada pendapat sebelumnya. Bahwa dana bantuan operasional enam ratus juta rupiah lebih adalah hak bupati. Uang itu sendiri katanya sudah habis, dipakai untuk bantuan ke masyarakat.
Sementara dengan Perbup 54 Tahun 2017 yang dinilai mengebiri kewenangan wakil, kata dia aturan itu tidak dipakai. Dengan kata lain, meski ada Perbup yang isinya memang menghilangkan sebagian kewenangan wakil tapi tidak diterapkan.
Adapun hak protokol wakil, tambah Sekda, dipangkas karena anggaran yang terbatas. "Tapi Wakil masih bisa bawa ajudan sama wapri nya kalau kegiatan," ujarnya.
Wakil Bupati Burhanudin sendiri menimpali di tempat terpisah. "Saya berharap Sekda memahami aturan dengan baik. Sehingga kalau memberikan statemen itu yang proporsional," ujarnya.
Burhan mengatakan, uang bantuan operasional itu bukan hak sepenuhnya bupati. Di sana ada juga hak wakil. "Kan sudah ada aturannya. Coba baca PP 109 Tahun 2000. Juga soal Perbup, kalau tidak sesuai aturan ya dicabut, bukan dibiarkan," keluhnya.
Terkait dengan anggaran kurang, kata wakil itu saat sekarang. "Dulu-dulu bagaimana? Waktu anggaran belum kurang, kan sudah tidak ada hak keprotokolan saya. Dari dulu hak saya dipangkas."
Jadi apakah wakil akan tetap mundur? Katanya iya. Cuma DPRD dan masyarakat saat hearing menolaknya. "Dalam hearing itu kan saya diminta menjelaskan kenapa hubungan dengan bupati tidak harmonis. Sudah saya jelaskan. Dan waktu saya mau mundur dewan dan masyarakat menolak," ujarnya.
Mencuatnya masalah wakil dan bupati merupakan pukulan berat bagi daerah. Sekda mengibaratkan masalah itu adalah ranah rumah tangga, tapi terekspose ke publik.
Lantas apa solusinya? Sekda mengaku sepakat dengan Ketua DPRD masalah dibawa ke Gubernur Sahbirin Noor. "Kalau kami di daerah sulit. Paling pas memang Paman Birin yang menengahi. Karena dia adalah abah bagi kita," ujarnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengingatkan agar kepala daerah jangan "bacakut papadaan". Menurutnya, Pangeran Antasari pun dulu menganjurkan kepada penerus bangsa untuk tak saling berkelahi. "Semua sudah dewasa, mereka lebih tahu. Saya berharap konflik-konflik ini dicari rumusan yang baik," ujar Sahbirin singkat.
Pengamat politik Uhaib As'ad mengatakan, fenomena pecah kongsi yang terjadi di beberapa pemerintahan daerah karena adanya benturan kepentingan-kepentingan yang pragmatis. "Saling berebut sumber daya politik dan ekonomi di daerah. Ini yang terjadi," terang Uhaib.
Dia mengatakan hal ini tidak aneh. Kepala daerah dan wakilnya memang masing-masing berusaha menggunakan posisi kekuasaan atau jabatan. “Saling curiga dan saling mendeskreditkan bisa saja terjadi karena bila seorang penguasa tidak lagi bebas menggunakan kekuasaannya,” tandasnya. (Sumber: Radar Banjarmasin edisi Rabu 26 September 2018)
Posting Komentar