Roby saat orasi di acara May Day |
Dulu anggotanya lima ribuan buruh sawit. Sekarang sudah sekitar 15.000 buruh. Bersatu di ujung tenggara Banua, Kotabaru. Konfederasi Serikat Pekerja Sawit Kalsel resmi dibentuk, di bawah pimpinan Roby.
Jurnal Banua, KOTABARU
Musim hujan mengguyur kaki Meratus Kotabaru. Sabtu (15/12) di Desa Cantung Kecamatan Kelumpang Hilir. Wajah-wajah tegang. Kopi bergelas-gelas. Puntung rokok menumpuk di asbak.
Duduk melingkar. Pentolan-pentolan pejuang buruh kelapa sawit. Ada dari perwakilan buruh Minamas. Ada dari Sinarmas dan Grup Rajawali.
Rabbiansyah, akrab disapa Roby. Bukan nama asing. Wajahnya pernah beberapa kali muncul di halaman depan koran di Kalsel. Demo memperjuangkan kehidupan yang layak. Untuk buruh sawit.
Roby lahir di Sakadoyan, Pamukan Utara. Perbatasan Kalsel Kaltim. 34 tahun silam. Dia saksi mata. Hutan di sana berubah jadi kebun raksasa kelapa sawit. Hampir semua penduduk di desa bekerja jadi buruh.
Roby sedikit beruntung dibanding mayoritas warga. Dia mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Titel sarjana komunikasi membuatnya dapat posisi lumayan di perusahaan.
Tiap pagi berangkat kerja. Mata Roby melihat. Warganya banting tulang di kebun sawit. Berkeringat, otot menyembul, wajah keras. Pergi pagi, pulang sore. Gaji tidak seberapa.
Tidak bisa begini terus. Begitu kata Roby suatu waktu pada rekan-rekannya. "Kita harus berjuang. Buruh bukan sapi perah."
Itu beberapa tahun silam. Meski masih muda, Roby tidak besar mulut. Dia ke memimpin aksi ke kota. Unjuk rasa bersama puluhan buruh. Berteriak di depan pemerintah. Urat lehernya ke luar. Matanya berkaca-kaca. Ekspresinya itu yang masuk halaman depan koran Radar Banjarmasin.
Dulu buruh tidak mengenal Upah Minimum Kabupaten. Karena unjuk rasa Roby dan kawan-kawan, UMK di Kotabaru akhirnya dibentuk.
"Bukan karena saya. Tapi karena kami bersatu. Buruh-buruh support semuanya, uang receh mereka kumpulkan, supaya kami bisa berjuang," ujarnya suatu waktu.
Karena jiwa sosialnya yang tinggi, di usia belia Roby didaulat jadi Ketua Serikat Pekerja Minamas Sungai Durian, membawahi empat kecamatan. Sungai Durian adalah kecamatan di perbatasan Kalsel Kaltim. Dekat desa tempat Roby dilahirkan.
Bagi Roby dan kawan-kawan yang vokal, perjuangan itu punya sisi lain. Jika salah bergerak. Salah bicara. Salah data. Maka jabatan mereka di perusahaan jadi taruhan. Belum lagi, sikap pemerintah terkadang tidak sesuai harapan.
Bagai berdiri di atas bara. Kencang salah. Kendor salah. Siang kerja, malam berjuang. Ketemu istri pun jarang. "Makanya. Kami tidak akan bisa berhasil tanpa dukungan ribuan buruh di belakang. Mereka luar biasa," akunya.
Sayang angka UMK masih di bawah harapan. Tahun 2018, UMK Kotabaru sebesar Rp2,7 juta. Itu UMK terbesar di Kalsel. "Kalau hitungan kami, di kisaran Rp2,9 sampai Rp3 juta mestinya," ujar Roby.
Selama ini ujarnya, UMK yang ditetapkan masih di bawah hitungan kebutuhan hidup layak. "Kami bingung juga. Angkanya di bawah harapan terus. Itu susahnya kalau dewan pengupahan tidak ada dari buruh."
Upah sendiri ditentukan dalam dua tahap. Di kabupaten baru kemudian di provinsi. Untuk Kalsel, secara umum, upah mengikuti usulan yang ada di kabupaten.
Bertahun-tahun berjuang. UMK tinggal kalimat manis. Lahir tapi prematur. Sabtu di Desa Cantung itu, menjadi momentum. Melahirkan embrio baru. "Kita perlu kekuatan kesatuan yang lebih besar," ujar Roby.
Di hadapannya ada Bambang Santoso, Rutqi, Srinyoto. Ada juga Sungkowo dan Syabitul Rahman. Supiannor dari Sinarmas, Heri dari Rajawali. Lengkap tokoh dari tiga perusahaan. Membawahi 4 Federasi Serikat Pekerja dan 38 Serikat Pekerja.
Total anggota semuanya sekitar 15.000 orang. Sebuah suara mengemuka. "Kita harus lebih besar lagi. Berjuang bersama-sama. Jangan cuma Kotabaru. Tapi Kasel, semua buruh sawit di Kalsel."
Usulan itu disambut gempita. Cuaca dingin terasa hangat. "Tapi bagaimana caranya?," tanya seorang tokoh buruh. Hadir juga di sana Hary aktivis lingkungan dari TURC (Trade Union Rights Centre).
Lebur dengan organisasi yang sudah ada? Usul ini ditolak. Alasannya, ikut organisasi yang sudah ada banyak hambatan. Lebih baik bikin yang baru.
Lahirlah nama Konfederasi Serikat Pekerja Sawit Kalsel (KSPSK). Disepakati perjuangan 2019 untuk mengawal Upah Minimum Sektoral Kabupaten. Sebagai alternatif dari UMK yang angkanya tidak pernah menggemberikan.
Caranya, orang-orang KSPSK diusahakan masuk dalam dewan pengupahan kabupaten. Juga bisa masuk LKS Tripartit Kabupaten dan Kalsel.
Dari sini terlihat. Para buruh itu sungguh-sungguh. Bukan hanya berjuang di jalan. Tapi mengangkat pena dan gagasan untuk pintu birokrasi pemerintah.
Semua sepakat. Tinggal disusun kepengurusan dan kemudian disahkan. Tidak lama. Singkat saja. Roby dipilih jadi ketua. Semua pengurus masa jabatannya dua tahun. Bertugas secepatnya mendaftarkan organisasi. Dan berjuang untuk kepentingan 15 ribu buruh.
Roby dikenal berjiwa sosial tinggi |
Kabar dibentuknya KSPSK menyebar cepat. Banyak buruh di luar perusahaan KSPSK yang ingin gabung. "Kami dari lama mendengar nama Roby. Kami iri di sana ada yang konsisten berjuang. Ingin gabung kalau bisa," ujar Eko salah satu karyawan sawit di Kotabaru yang perusahannya punya sejibun masalah: dari upah tidak dibayar sampai uang BPJS entah ke mana.
Syaripuddin akrab disapa Pudding. Tokoh masyarakat di Kotabaru mengatakan. Buruh sawit harus bersatu. "Jujur pekerja paling banyak di Kotabaru ada di sawit. Kesejahteraan mereka artinya, membuat sejahtera mayoritas penduduk lokal," tekannya. Dia berharap, pemerintah serius memperhatikan itu.
Baca juga: Pejuang Buruh Beraksi Lagi, Sasar UMSK
Posting Komentar