Prof Arief di Siring Laut Kotabaru | Foto: Jurnal Banua |
Badannya kecil saja, tapi putra asli Pulau Laut ini punya segudang prestasi mentereng. Di nasional sampai internasional. Ia baru saja pulang ke kampung halaman, sempat berbincang soal Pilpres 2019.
JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Namanya Prof M Arief Amrullah. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember.
Rabu (13/3) malam tadi, Prof Arief main ke Siring Laut. Bernostalgia masa remajanya di sana. Ditemani salah satu muridnya, Kity Tokan.
Kity merupakan mahasiswa cum laude pas sarjana Fakultas Hukum ULM Banjarmasin. Kity meraih prestasi membanggakan anak muda di Pulau Laut itu tahun 2018.
Arief banyak berkisah masa remajanya di Pulau Laut. Sesekali Kity tampak bertanya kasus-kasus hukum, dijawab antusias gurunya.
Mengapa Guru Besar Universitas Jember bisa punya murid di ULM? Itu karena Arief juga dosen terbang, alias sering diminta banyak kampus mengajar. Salah satunya ULM Banjarmasin.
Obrolan pun ngalor ngidul. Dari hulu sampai hilir. Arief sendiri sekitar lima hari keliling Pulau Laut. Sempat menengok tanah kelahirannya di Lontar Pulau Laut Barat.
Walau usianya sudah hampir 60 tahun, namun fisiknya prima. Raut wajahnya segar. Berkomunikasi, suaranya penuh semangat. Tidak merokok.
Di depan Arief segelas jus dan telur setengah matang. "Prof, tahun ini banyak warga seperti kebingungan memilih pemimpin negeri di 2019. Ada saran?" Jurnal Banua iseng bertanya.
Sejenak Arief terdiam. Meminum jusnya. "Sebenarnya mudah saja. Yang membuat sulit itu, terlalu banyak informasi tidak jelas beredar. Di zaman sosial media ini," ucapnya memulai.
Menurutnya, tidak sulit menentukan siapa pemimpin yang baik. "Lihat prestasinya. Pakai data dan analisis."
Dia mewanti-wanti, tanpa data yang valid maka penilaian bisa salah. "Seperti kita melihat misalnya orangnya pakai baju robek mengangkat batu. Ternyata, uangnya banyak di rumah."
Bagaimana mendapatkan data valid itu? Kata Arief lihat dari mana sumbernya. "Misalnya ada bilang jumlah orang miskin di Indonesia banyak. Dari mana sumbernya? Banyaknya jumlahnya berapa? Perbandingannya dengan warga mampu berapa? Semua harus pakai data," tekannya.
Masalahnya kata Arief, sekarang informasi tidak valid banyak beredar di sosial media. "Jadi informasi itu jangan ditelan langsung. Periksa dulu, analisa dulu. Benar atau tidak. Jangan buru-buru menyimpulkan," sarannya.
Masih bingung juga? Intinya lihat yang prestasinya paling baik. "Semuanya itu terukur. Prestasi atau kinerja bisa dilihat."
Sayangnya. Menurut Arief, sekarang ini Pilpres cenderung perang ideologi. Itu sebutnya berbahaya. Karena menimbulkan sentimen di masyarakat.
Perang ideologi yang ia maksudkan adalah ideologi keagamaan. Adanya anggapan seolah-olah kubu satu alim yang lain tidak dan seterusnya.
Kepada para milenial yang mau menggunakan hak suaranya, Arief kembali mengimbau agar mereka menggunakan nalar. Memeriksa data dan menganalisanya. "Jangan sampai menelan informasi hoax." (JB)
Baca juga: Mayoritas Jokowi di Pesisir Nelayan Pulau Laut
Posting Komentar