Ketua Majelis Umat Kaharingan Indonesia Sukirman (tengah) memberikan keterangan kepada awak media di Polda Kalsel |
JURNALBANUA.COM, BANJARMASIN - Ketua Majelis Umat Kaharingan Indonesia, Sukirman tidak pernah menyangka perbincangannya dengan wartawan online bakal memantik isu Sara.
Merasa komentarnya dimanfaatkan jadi pemicu, pria yang tinggal di punggung Meratus, Desa Hampang Kabupaten Kotabaru itu pun mengadu ke Polda.
Didampingi Sekjen Dewan Adat Dayak (DAD) Kalsel, Ramon dan tokoh-tokoh dari etnis Bugis salah satunya Guru Besar ULM Banjarmasin Prof Ahmad Alim Bachri, Sukirman masuk ke ruang SPKT Polda Kalsel, Kamis (14/11) tadi.
Sukirman menjelaskan, bahwa dia merasa komentarnya dimanfaatkan untuk memantik isu Sara di beberapa desa yang sedang mengalami konflik agraria.
"Maksud saya kepada wartawan, agar masalah lahan diselesaikan segera supaya tidak ada muncul konflik di masyarakat. Bukan membenturkan antar etnis di sana," ujarnya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Di Kecamatan Hampang dan Kelumpang Hulu, tepatnya di Desa Cantung Kiri Hilir dan Cantung Kiri Hulu, beberapa warga melayangkan protes terhadap aktivitas perusahaan yang membuka perkebunan kelapa sawit.
Perusahaan dikabarkan telah memiliki izin dari pemerintah pusat untuk menggarap lahan. Sementara di dalam konsesi, warga telah pula menanam tanaman komoditas penghasil minyak goreng itu.
Perusahaan sendiri menawarkan ganti rugi kepada warga. Ada yang menerima, ada yang menolak. Mereka yang menolak, kemudian membawa persoalan ke meja hijau.
Penolakan paling keras datang dari Kepala Desa Cantung Kiri Riwinto. Dengan salah satu alasannya, karena tanah adat, ia dan kawan-kawan menolak aktivitas perusahaan. Pada proses inilah Sukirman terlibat. Bersama Riwinto ke Banjarmasin, dan sempat memberikan keterangan kepada wartawan online.
Namun Sukirman mengaku, betapa kagetnya dia ketika berita muncul di salah satu media online di Kalsel (berita yang dimaksud sudah dihapus media bersangkutan). Dalam berita yang tanggal 8 November itu, Sukirman ditulis mengatakan seorang keturunan etnis tertentu berlaku sewenang-wenang dengan etnis lainnya.
"Padahal bukan begitu maksud saya," sesalnya.
Ia pun menekankan, hubungan antar etnis di Banua khususnya di Kotabaru selama ini terjalin dengan baik. Tegas Sukirman meminta, agar jangan sampai isu Sara dijadikan alat untuk memecah belah kerukunan di Banua.
Terpisah, Ketua DPRD Kotabaru Syairi Mukhlis juga meminta wartawan untuk tidak lagi menyinggung soal Sara. Apalagi sengaja mencuatkan Sara untuk memantik reaksi publik. "Karena itu sangat sensitif. Jika ada masalah, janganlah dibawa-bawa ke soal suku, warna kulit," tegasnya. (JB)
Posting Komentar