Walau jumlah waduk dan embung masih kurang, namun tahun ini tidak dianggarkan penambahan tampungan air di Kotabaru untuk mengatasi krisis air di Kabupaten Kotabaru | Foto: Radar Banjarmasin |
JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Bertahun-tahun Kotabaru gagal memperbaiki layanan air bersih kepada masyarakat. Kembali pada keseriusan pemerintah itu sendiri.
Fakta itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara masyarakat, wakil rakyat dan pemerintah, di Gedung DPRD Kotabaru, Senin (3/2) tadi. Rapat yang dihadiri Ketua DPRD Syairi Mukhlis dan Sekda Said Akhmad itu, menguak bahwa tahun ini tidak ada penambahan kapasitas waduk atau embung di Kotabaru.
Sementara dari laporan PDAM Kotabaru saat rapat. Bahkan dalam kondisi normal pun, jumlah air yang ada di waduk dan embung masih kurang. Itu kenapa, belum lama tadi, ketika hujan terhenti, beberapa kawasan di Kotabaru kembali dilakukan penggiliran air.
"Kita ini mengatasi air seperti orang sakit gigi. Kita mau cabut, dokter sarankan nanti dulu. Tunggu sakitnya hilang baru dicabut. Sakit hilang, kita lupa cabut. Sama dengan masalah air ini," ujar mantan dirut PDAM Kotabaru Zulkipli AR.
Kata Zul, begitu ia akrab disapa, ketika kemarau orang berlomba-lomba meminta sedekah air dari para pengusaha. Ketika musim hujan, semua lupa bahwa Kotabaru masih kekurangan waduk dan embung.
"Perencanaan kan sudah ada. Kenapa itu tidak dilaksanakan? Ini menang masalah mau atau tidak menyelesaikan krisis air," tegasnya.
Sementara itu, pemerintah beralasan, tahun ini bukannya tidak ingin membenahi krisis air. Namun ada beberapa kendala di lapangan. Misalnya, warga di sekitar Waduk Gunung Ulin, tidak mau menjual lahannya untuk perluasan waduk.
"Warga tidak mau ganti rugi," ujar Sekretaris Dinas PUPR Suprapti Tri Astuti.
Pernyataan itu disanggah Dirut Politeknik Kotabaru, Ibnu Faozi. Menurut Ibnu, warga tentu mau menjual asal harganya pas. "Itu hanya soal komunikasi saja," tekannya.
Intinya, dalam rapat itu terungkap, bahwa pemerintah daerah saat ini fokus kepada infrastruktur jalan dan wisata. Sementara alokasi anggaran untuk menyelesaikan krisis air sangat minim.
Padahal kata anggota Komisi III DPRD Kotabaru, Gewsima Mega Putra, ada bantuan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan puluhan miliar untuk membangun waduk di Kotabaru. Namun kata Putra, karena komunikasi antara pemerintah daerah dengan BWS yang buruk, dana itu pun tidak jadi dikucurkan ke Kotabaru.
"Sayang sekali," ujar Putra
Setelah rapat yang memakan waktu dari siang sampai sore itu, akhirnya disepakati. Kotabaru tahun 2021 harus menganggarkan maksimal program perluasan dan penambahan waduk. Dengan pertimbangan, air bersih merupakan kebutuhan vital warga.
"Siapa pun bupatinya, komitmen ini harus kita jaga," tegas Syairi.
Sekda pun setuju. "Semua harus komitmen. Jangan ada lagi anggaran yang dicorat-coret," tekannya.
Apa sebetulnya yang terjadi?
Warga pusat kota mayoritas mengeluh. Sejak dulu, masalah krisis air bersih di Kotabaru tidak pernah beres. Keresahan warga itu memuncak di awal tahun tadi, musim hujan namun PDAM masih kekurangan air baku, sehingga melakukan penggiliran air.
Fenomena itu pun coba ditelusuri oleh para akademisi di Kotabaru. Begitu kagetnya mereka ketika mengetahui, tahun ini tidak ada anggaran dialokasikan pemerintah daerah untuk perluasan atau peningkatan waduk dan embung.
Artinya, akhir tahun nanti jika kemarau melanda, warga kembali akan mengantre pembagian air. Seperti antre beras. Itu diperparah dengan kebijakan PDAM yang tetap membebankan biaya perawatan walau warga tidak teraliri air. "Bayar angin warga," keluh Ibnu Faozi.
Akhirnya tokoh-tokoh akademisi, seperti Ibnu, Zulkipli, Noor Ipansyah dan lainnya pun menggelar dengar pendapat di DPRD Kotabaru. Sayang, saat itu Bupati Sayed Jafar tidak hadir, hanya diwakili Sekda Said Akhmad. (Sumber: Radar Banjarmasin edisi 5 Februari 2020)
Posting Komentar