Pamandungan terlihat lebih ekspresif saat dibawakan dalam bahasa Banjar |
Lucu tapi bukan stand up comedy. Sekilas memang mirip, tapi Bapandung seni tradisi orang Banjar.
JURNALBANUA.COM, BANJARMASIN - Selasa (10/3/2020) malam tadi, kegiatan Maarai Pandung dimulai. Kampung Buku Banjarmasin pun pecah dengan tawa.
Dari mana datangnya tawa kalau bukan dari sesuatu yang lucu. Kalau tidak begitu, tidak waras namanya.
Pengunjung Kampung Buku dibuat tertawa oleh sejumlah penampil.
Mereka membawakan berbagai kisah lewat seni Bapandung. Umumnya kisah dituturkan dalam bahasa Banjar.
Sekilas memang mirip dengan stand up comedy atau teater monolog. Bedanya, seni bertutur ini menuntut pelakunya atau Pamandungan untuk memeragakan adegan yang dikisahkan.
Pamandungan pun harus kreatif memanfaatkan properti seadanya.
Dari peragaan yang dilakukan pamandungan itu menambah kelucuan.
Kisah yang dibawakan dalam bapandung sendiri bebas. Bisa kisah lucu, atau sedih sekalipun.
Tidak ketinggalan, ada pesan yang disampaikan dalam setiap penampilan.
Penampil dengan penonton posisinya sangat dekat. Pamandungan beraksi di atas panggung kecil. Pengunjung Kampung Buku mengelilingi panggung kecil itu.
Kegiatan itu direncanakan setiap Selasa malam di Kampung Buku. Yang mengadakan adalah Kelompok Teater Matahari.
Acara itu dinamai dengan Maarai Pandung.
Menurut Pimpinan Kelompok Teater Matahari Edi Sutardi, artinya membuat seni Bapandung populer lagi.
Dalam Maarai Pandung, ada tema yang diusung. Setiap pamandungan yang tampil wajib menyinggung soal sampah.
"Sampah itu bisa dimaknai secara langsung, bisa juga tersirat," kata Edi.
Menariknya lagi, peserta Maarai Pandung tidak terikat. Siapa saja yang tertarik bisa langsung mendaftar. Begitu juga pamandungan yang sudah tampil, bisa mendaftar kembali kapan pun dia mau. (nfi/shd/jb)
Posting Komentar