Ismani di muara Bunati Kecamatan Angsana, mempersiapkan peralatan untuk melaut | Foto: Jurnal Banua |
Tidak jauh dari kapalnya, tampak riuh aktivitas pelabuhan batubara. Lampu-lampu menyala terang. Timbunan batubara tinggi.
Beberapa mil di laut, puluhan kapal tongkang berjejer.
"Coba-coba lagi ke laut. Lama gak cari ikan," ujar Ismani di muara Bunati Kecamatan Angsana, akhir pekan tadi.
Ismani mengeluh, dari tahun ke tahun pendapatan di laut terus menurun. Ikan-ikan seolah menjauh, entah ke mana. Tidak sama seperti tahun-tahun silam.
Apakah karena banyaknya aktivitas kegiatan batubara di sana? Ismani nampak enggan membahas itu. "Kurang tahu soal itu," akunya.
Pemandangan di Bunati sejatinya asyik. Tahunan lalu, di sana adalah kawasan wisata. Lama-lama kontur pantainya berubah. Ditambah pemandangan horizon yang berganti riuh aktivitas batubara, maka panorama itu menjadi tidak potensial lagi untuk wisata.
Dibangunnya pelabuhan khusus di sana, juga merubah pola kehidupan warga. Ada nelayan banting stir kerja di industri pertambangan. Tapi banyak yang hanya jadi penonton.
Beberapa warga ditanya bercerita. Perusahaan pelabuhan khusus di sana memberikan bantuan bulanan kepada warga Bunati.
"Tidak nentu. Kadang dua juta. Kadang kurang. Tergantung aktivitas perusahaan," ujar seorang warga.
Bantuan bulanan itu kata mereka, bisa meringankan sedikit beban ekonomi.
Pelabuhan batubara di Bunati | Foto: Jurnal Banua |
Calon bupati nomor urut dua, Mila Karmila membenarkan, kalau kerusakan terumbu karang di Tanah Bumbu akibat aktivitas industri batubara. Mila menawarkan solusi berupa audit perusahaan-perusahan di sana, berikut upaya pelestarian lingkungan.
Sementara calon wakil nomor urut satu Alpiya Rahman menanyakan, apakah kerusakan terumbu itu berdasarkan asumi atau memang ada buktinya.
Namun tekannya, kawasan terumbu dan kawasan pelabuhan sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hanya saja tambahnya, jika memang ada kerusakan terumbu, ia akan meminta dana CSR perusahaan untuk melakukan regenerasi di sana. (shd/jb)
Posting Komentar