Tajerian Noor akrab disapa Mas Boy memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi eks Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming di PN Tipikor Banjarmasin, Kamis (8/12/2022) |
Dalam sidang itu, Tajeri memberikan kesaksian yang memberatkan Mardani Maming.
Saat ditanya jaksa penuntut umum, Tajeri awalnya menjelaskan. Kalau Mardani Maming adalah sahabatnya saat tumbuh dewasa.
Namun dalam perjalanannya, Tajeri mengaku persahabatannya yang tulus itu dikhianati oleh Mardani.
Tajeri bercerita. Pada tahun 2010, dia membangun infrastruktur pelabuhan PT BIR di Angsana. Atas permintaan Mardani Maming.
Kala itu, Mardani sebut Tajeri baru saja menjabat bupati. Dan tidak memiliki banyak duit.
Tajeri mengatakan, saat dirinya berbincang dengan bupati termuda kala itu, Mardani mengeluh karena bayangan bisa dapat 10 persen dari total dana APBD Tanah Bumbu tidak semudah yang dibayangkan.
"Dia henk, uang cekak," ujar Tajeri disambut tawa pengunjung sidang.
Lanjut Tajeri, karena ingin kaya, Mardani lalu meminta dirinya berinvestasi di izin pelabuhan yang dimiliki bupati itu. Lokasinya di Angsana.
"Izin pelabuhannya punya Mardani, namanya PT BIR. Tapi saya yang bangun (fisik) pelabuhannya dengan total Rp50 miliar," beber Tajeri saat ditanya Jaksa Penuntut KPK di PN Tipikor Banjarmasin.
Dalam prosesnya, ketika pelabuhan itu beroperasi di 2012 Tajeri mendapat fee lima ribu per metrik ton. Angka itu akunya sangat kecil, dibanding modal yang dia keluarkan.
"Saya bangun pelabuhan Rp50 miliar. Sedangkan dia untuk izin paling habis Rp1 miliar," ujarnya di hadapan Majelis hakim.
Masih cerita Tajeri, sekitar empat tahun kemudian dia kembali bertemu Mardani. Saat itu akunya, sang bupati menawarkan untuk membeli kepemilikan pelabuhan yang dibangun Tajeri. Dengan alasan akan membawa perusahaan itu go public atau IPO, di bursa saham.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Tajeri merasa persahabatannya dikhianati.
"Ternyata pelabuhan itu untuk dia kelola sendiri bersama keluarganya. Bukannya go public seperti janjinya," kecut penyuka olahraga balap offroad itu.
Tajeri mengaku kecewa. Menurutnya, Mardani tidak jujur dalam bersahabat.
Tidak berhenti di sana. Jaksa penuntut umum juga menggali informasi pola Mardani dalam mengeruk kekayaan.
"Benarkah dalam pemberian izin tambang, saudara terdakwa meminta imbalan berupa fee?," tanya Jaksa.
"Benar, Pak..!" tegas Tajeri.
Jaksa pun mengejar dari mana Tajeri mendapat informasi itu.
Tajeri mengaku acap mendengar pengusaha di Tanah Bumbu berucap demikian.
Bahkan lebih jauh, Tajeri menjelaskan kalau dalam menjalankan usahanya Mardani menggunakan orang-orang yang dia analogikan sebagai boneka.
Maksudnya, Mardani merupakan pengendali utama beberapa perusahaan tambang di Tanah Bumbu. Walau dirinya tidak berada di struktur organisasi.
"Dari mana saudara tahu?," tanya Jaksa.
"Saya kenal semua. Teman saya semua," jawab Tajeri.
Mardani sendiri membantah keterangan tersebut. Menurutnya, tahun 2010, Tajeri justru yang menawarkan diri untuk membangun pelabuhan di Angsana.
"Saat itu keluarga saya mau bikin pelabuhan. Tapi dia lewat BKW menawarkan diri. Dia bilang, dia cukup dapat fee saja," ujar Mardani.
Terkait fee yang dianggap Tajeri kecil juga dibantahnya. Pengakuan Mardani, mereka selalu mengakomodir setiap permintaan kenaikan fee yang diajukan pihak Tajeri.
Puncaknya lanjut Mardani, Tajeri kemudian menawarkan dirinya untuk membeli pelabuhan yang dia bangun senilai Rp70 miliar.
Mendengar jawaban Mardani itu, Tajeri lalu meminta izin kepada hakim untuk menjawab. Tapi hakim sudah tidak memberikan waktu.
Di luar sidang kepada wartawan, Tajeri menjelaskan. Pada tahun 2010, keluarga Mardani tidak punya kekuatan finansial.
"Bukan apa-apa. Tapi itu fakta yang saya sampaikan. Jadi mau bangun dari mana duitnya? Mardani yang meminta saya membangun pelabuhan di sana. Itu dari dana pribadi saya," tegasnya.
Terpisah, Jaksa KPK Budhi Sarumpaet menjelaskan. Tajeri dihadirkan untuk memberikan keterangan terkait sepak terjang Mardani Maming selama jadi bupati.
"Tadi kan jelas, bahwa terdakwa (Mardani Maming) mendirikan banyak perusahaan. Dengan modus membuat pengurus boneka. Artinya, terdakwa merupakan pengendali utamanya," tegasnya. (shd/jb)
Posting Komentar