Syaifullah Tamliha |
Syaifullah Tamliha hampir pasti bergandengan dengan dr. Diaudin dalam Pilkada 2024. Banyak pihak yang optimis duo politisi dan teknokrat ini akan membawa kesegaran baru bagi tatakelola pemerintahan di Kabupaten Banjar.
Bagi Syaifullah Tamliha, Kabupaten Banjar adalah rumahnya. Di akhir pekan ataupun masa reses, dia kerap pulang untuk beristirahat di rumahnya yang terletak di Kawasan Sekumpul, Martapura. Beberapa waktu lalu saat Haul Guru Sekumpul digelar, para Muhibbin Haul yang datang dari luar daerah mengisi setiap jengkal dari rumah dua lantai ini.
Di lantai atas itulah, Syaifullah kerap menemui tamu-tamunya. Dalam gairahnya untuk menyerap aspirasi--dan juga informasi penting-- Syaifullah dengan senang hati membuka rumahnya bagi yang memiliki keperluan. Setelah para tamu-tamu ini pulang--dan selalu hampir tengah malam, barulah saya mendapatkan kesempatan untuk wawancara untuk buku biografinya.
Sesi wawancara biasanya hanya berlangsung satu jam, sisanya adalah serangkaian "record dan off the record" yang penuh tawa. Selalu menyenangkan berbincang dengan Syaifullah Tamliha. Kebanyakan para politisi kosong dan membosankan, Syaifullah tidak pernah begitu. Dia penuh wawasan, jujur, cerdik, jenaka, dan berani mengungkapkan pikirannya. Mungkin karena itulah, stasiun-stasiun televisi di Jakarta suka mengundangnya.
Dalam pandangan saya, Syaifullah Tamliha adalah politisi old school yang agak langka ditemukan akhir-akhir ini. Dia besar pada kurun waktu dimana visi, keindahan, keberanian, bakat, dan harapan masih menjadi kualitas utama para politisi. Syaifullah bukan anak orang kaya ataupun dinasti politik tertentu, namun dia telah dipercaya sebagai Wakil Rakyat di usia muda. Reputasinya sebagai seorang fixer--pemecah masalah dalam hubungan dan kebuntuan politik--membuatnya memiliki pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh dari berbagai spektrum dan zaman.
Dia akrab dengan Gubernur Muhammad Said, KH Syafriansyah, Sjahriel Darham, Rudy Ariffin, juga memiliki koneksi yang kuat dengan para tokoh bangsa seperti Idham Chalid, Soeharto, Gus Dur, Hamzah Haz, Zainuddin MZ--hanya untuk menyebut beberapa nama. Di masa lalu, saat Masjid Al-Mukaromah Martapura berusaha untuk mendatangkan Zainuddin MZ, Syaifullah membawa tandatangan KH Idham Chalid untuk memastikan sang Kiai Kondang mengubah agendanya demi bisa hadir ke Martapura.
Berbagai detil yang menarik dalam persentuhan Syaifullah dengan para tokoh ini diceritakannya gamblang dalam buku biografinya. Dari semua tokoh, kisah-kisah favoritnya saya kira adalah tentang dua gurunya: KH Idham Chalid yang menjadi guru politiknya, dan Guru Sekumpul yang sudah dianggapnya sebagai guru spiritualnya. Syaifullah dikenal baik oleh Guru Sekumpul (dalam satu kesempatan, Guru Sekumpul bahkan menyuruh Syaifullah tidur di ruang khalwatnya) meski Syaifullah selalu berusaha menghindari interpretasi politik apapun atas hubungan itu.
Sayangnya berbagai dimensi dari kualitas Syaifullah tak cukup bisa menolongnya dalam Pemilu Legsilatif lalu. Ia tersisih bersama dengan ribuan kader PPP lainnya. Kegagalan Syaifullah pada Pileg 2024--setelah 20 tahun menjadi legislator di DPRD dan DPR RI, menandai fase ekstrem dalam politik, di mana pada akhirnya uang dan modal yang banyak, menjadi satu-satunya definisi orang tentang politik dan pemilu.
Namun sebagaimana tradisi politisi terbaik, Syaifullah cepat bangkit. Dia entah bagaimana, masih memegang keyakinan bahwa uang bukanlah penentu terbesar dalam pemilu. Modal besar mungkin menjadi prasyarat, tapi bukanlah faktor utama. Untuk itu, dia berusaha membuktikannya dalam Pilkada Kabupaten Banjar mendatang.
Ada momen saat saya merasa dia hanya sedang membutakan diri terhadap realitas politik terkini, atau mungkin hanya bersikap sedikit naif-- tapi pada akhirnya saya setuju bahwa betapapun rusaknya budaya politik kita, harapan untuk membersihkannya harus menjadi usaha setiap orang. Dia benar. Saya berharap Pilkada 2024, para pemilih bisa merebut kendali atas nasib mereka dari para pemilik modal atau mungkin dari penyelenggara pemilu. ()
*Randu Alamsyah, Penulis Buku di Sepanjang Patahan Garis Politik
Posting Komentar