UAS di Al Falah Tanah Bumbu: Indahnya Paduan Wawasan, Seni dan Keberanian

INDAH: UAS memberikan ceramah di Masjid Agung Al Falah Tanah Bumbu, Jumat 26 Juli 2024 | FOTO: ZALYAN SHODIQIN ABDI
Saya membayangkan jika ada angin kencang bertiup, perawakannya tinggi kurus itu akan goyang. Tapi dari tubuh kecil itulah memancar semua keindahan hidup: wawasan, seni dan keberanian. Ustadz Abdul Somad hanya berjarak sepelemparan batu di Masjid Agung Al Falah Tanah Bumbu.

ZALYAN SHODIQIN ABDI, BATULICIN

Jumat ini hari mungkin salah satu Jumat terkeren yang pernah kualami. Suasana Al Falah yang dikuas UAS melempar memoriku ke masa kanak-kanak. Semua gembira, semua larut dalam perenungan dalam, dan akhirnya semua pulang dengan sayap rindu masakan orang terkasih di rumah.

Jika ada yang sedikit saya sesalkan dari ini hari adalah, saya telat datang ke masjid. Ceritanya begini, pagi hari saya ke bengkel memperbaiki WIN tua tapi antik. Pulang-pulang, rupanya perbaikan belum sempurna. Karena masalahnya minor, saya sempurnakan sendiri. Tapi akibat buru-buru pin penahan jarum gas di karburator melenting entah ke mana. Jarum itu lantas saya ikat dengan tali, mandi cepat dan meluncur dengan jalan yang tersendat-sendat, sebab katup bukaan tali gas tidak sempurna.

Ketika saya tiba di depan masjid, manusia sudah berjubel. Nyaris putus asa bisa ikut salat di dalam. Matahari terik menyengat kaki di halaman marmer masjid.

Ah, coba dulu! Saya merangsek maju dengan beberapa pria serta anak-anak. Dan akhirnya saya dapat tempat, dekat pintu utama tengah. Di sudut patahan garis ruangan dalam. Tidak lama saya di sana, UAS naik mimbar dan memegang tongkat kayu besar yang ujungnya berhias  lapisan kuningan.

Ketika UAS berdiri, dari jarak sepelemparan batu itu, saya bisa melihat betapa mudah badannya bergerak ke kanan dan ke kiri. Paham kan maksud saya? Karena biasanya para penceramah yang saya ingat, kalau berdiri dia seperti paku yang ditancapkan ke bumi: kaku dengan lilitan serban. UAS benar-benar santai, ringan sekaligus lembut.

Dan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Suara lantang dibalut vokal dan konsonan yang terang. Saya langsung teringat suara ayah saya ketika mengajar di sekolah kecil di ujung kampung dulu.

Dari semua isi ceramah UAS, saya belajar satu hal. Beliau memang pendidik. Semua ceramahnya terasa dekat dengan keseharian Tanah Bumbu. Para pria bersusah payah menahan air matanya agar tidak tumpah, yang kemudian tidak dapat lagi mereka bendung ketika menjadi makmum UAS.

Dalam ceramahnya UAS berhasil meremukkan kesombongan dan rasa angkuh dari si kaya, dan sebaliknya menumbuhkan rasa sabar serta harapan dari mereka yang kebetulan berada di roda nasib menengah ke bawah. Saya pikir ceramah yang mampu menjangkau semua audiens seperti ini tidak akan lahir kalau bukan dari pendidik.

Bahkan saya yang sempat menatap ranting dedaunan sembari merenungkan setiap kalimatnya, mungkin juga tak luput dari perhatiannya. Mungkin ini hanya perasaan saya.

Begini kejadiannya. Dalam sebuah momen, setelah lama berdiri dan mengambil gambar UAS, saya akhirnya duduk di antara jemaah. Momen itu benar-benar saya nikmati untuk diri saya sendiri. Untuk diketahui, jurnalis terbiasa dan terlatih merasakan momen orang lain untuk membingkai peristiwa.

Di masa itu, saya menatap ke arah jendela. Menikmati ranting dan dedaunan yang bergoyang, seperti mengintip dari balik celah-celah ukiran kayu jendela masjid yang berfungsi sebagai angin-angin itu. Sembari telinga saya menikmati setiap kata UAS yang teruntai rapi sekaligus puitis.

Ketika itulah UAS mengatakan, momennya pas sekali. Beliau bilang kurang lebih begini: "Tengoklah seorang pemuda yang menatap ke luar jendela, telinganya mendengar, bibirnya terdiam, kepalanya merenung".

Kata UAS merenung atau tafakur itu bernilai tinggi di mata Tuhan. Entah, bisa jadi ini hanya perasaan saya, tapi semoga dia memang melihat saya sedang merenung ketika itu.

Apa pun itu, yang tidak bisa saya hindari adalah, Jumat ini hari begitu indah. Senang rasanya bisa melihat dari dekat, orang yang berwawasan luas dan berani seperti UAS. Sejak lama, saya selalu ingin jadi sahabat figur-figur seperti beliau.

Terima kasih Koordinator Lazis ASFA Kalsel Sudian Noor yang telah mengabarkan kedatangan beliau pagi tadi.

"Saya itu kalau ceramah, terbiasa melihat semua jemaah. Tidak ada yang luput dari jangkauan mata saya," ucapnya, kurang lebih begitu.

Dengarlah isi ceramahnya, Anda mungkin akan sependapat dengan saya. Di tengah masjid saya sempat berkenalan dengan tim videografi UAS, dia merekam full ceramah tersebut. Mungkin sudah tayang.


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar